Senin, 31 Januari 2011

TAFSIR TARBAWI

Kandungan al-Qur’an yang sangat luas dan dalam, bagaikan lautan yang tak pernah habis dikaji dan di teliti oleh manusia. Kajian ini tentunya banyak mengabaikan rambu-rambu tata penulisan karya ilmiyah, namun setidaknya penulis telah berusaha mengikuti petunjuk dan ketentuan penulisan ilmiah.Metode penafsiran yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah : Tafsir maudhu'i (tematis), artinya mufassir (baca penulis) tidak memulai dari surat pertama sampai surat ke-114, melainkan memilih satu tema dalam al-Qur'an untuk kemudian menghimpun seluruh ayat Qur'an yang berkaitan dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut, tentunya menggunakan pengertian secara ijmali.B. Kisah Nabi Musa AS dan Nabi Khidir AS. “Al-Bukhori meriwayatkan sebuah riwayat, yang ringkasnya adalah :Bahwa Nabi Musa. AS berdiri ditengah-tengah Bani Israail dalam suatu pidatonya, lalu beliau ditanya: Siapakah orang yang paling berilmu ? “ maka jawab Musa : “ Saya” Rasa sombong dan keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi Musa, dikecam oleh Allah yang memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu adalah lebih luas untuk dimiliki oleh seseorang walaupun ia adalah seorang rasul. masih ada hamba Allah yang lain yang lebih alim dari Musa. Musa bertanya kepada Allah : Ya Rabbi bagaimanakah caranya agar saya dapat menjumpai orang tersebut?”. Allah menjawab dengan firmannya “bawalah seekor ikan dan taruhlah pada sebuah kantong sebagai suatu benda. Bila ikan itu hilang, maka engkau akan menjumpainya disana”.Mendengar wahyu tersebut, tergeraklah hati Musa AS untuk menuntut ilmu dan hikmat dari orang yang di sebut oleh Allah, bahwa dia adalah seorang hamba Nya yang lebih pandai dari Nabi Musa AS, yaitu Nabi Khidir AS. seorang pemuda dijadikan teman dalam perjalanan tersebut dan menyuruhnya agar menyediakan seekor ikan sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah kepadanya.Sebelum berangkat, Nabi Musa berjanji bahwa ia tidak akan kembali pulang sebelum ia sampai ke tempat yang dituju, meskipun harus berjalan bertahun-tahun , hal ini dilukiskan dalam al-Qur’an surat al-Kahfi; 60, ‘Dan ingatlah ketika Musa berkata kepada muridnya: aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun” Lama sudah keduanya berjalan menyusuri pantai lautan nan luas dengan melupakan segala kecapaian dan kelelahan. Mereka terus dan terus berjalan segiat-giatnya menuju tempat yang ditunjukkan oleh Allah SWT. Setelah Nabi Musa dan Yusha bin Nun menempuh perjalanan yang jauh, tanpa disadarinya mereka telah sampai pada daerah pertemuan dua lautan. Pada saat itu Musa duduk bersandar diatas batu karang yang besar di tepi lautan, guna melepaskan rasa lelahnya. Rupanya kelelahan telah menguasai Musa, sehingga ia lupa akan makanan yang dibawanya, dan ia tertidur dengan nyeyak. Tatkala Nabi Musa tertidur, di langit mulai tampak awan yang menggumpal-gumpal berwarna hitam, tak lama kemudian hujan pun turun, dan ikan yang dibawanya basah disiram air hujan, ikan tersebut hidup dan tampak segar kembali, lalu bergerak keluar dari tempatnya dan akhirnya loncat kelautan. Satu-satunya orang yang menyaksikan kejadian tersebut adalah temannya (Yusha). Namun ia lupa tidak menceritakannya kepada Musa. Seperti dilukiskan dalam surat al-Kahfi ayat 61.”Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua lautan itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut” Setelah Nabi Musa bangun dari tidurnya, ia memerintahkan pada pemuda itu untuk bersiap-siap melanjutkan perjalanannya. Perjalanan berikutnya pun di lanjutkan. Setelah lama berjalan ia berhenti dan meminta bekal makannya kepada Yusha, sebagaimana di gambarkan dalam surat al-Kahfi ayat 62. “Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: “bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini”. Rupanya Yusha lupa tidak menceritakan hilangnya ikan tersebut di tempat mereka beristirahat. Setelah Nabi Musa bertanya, baru Yusha menceritakan peristiwa tersebut kepada Nabi Musa. Sebagaimana terekam dalam surat al-kahfi ayat 63 Muridnya menjawab: tahukah kamu tatkala kita mencari tempat perlindunngan di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk meenceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali .Mendengar keterangan dari Yusha, Nabi Musa segera kembali ketempat pemberhentiannya yang semula. Karena ia sudah tahu bahwa di tempat hilangnya ikan itulah adanya Nabi Khidir AS. Hal itu di gambarkan dalam al-Qur’an surat al-Kahfi ayat 64. “Musa berkata: itulah tempat yang kita cari. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula” Baru saja Nabi Musa AS sampai di tempat pemberhentian tadi, beliau mencium bau manusia, maka berkatalah Nabi Musa AS kepada Yusha: “rupanya kita sudah sampai di tempat yang kita tuju” Seorang hamba tadi berbadan kurus dan ramping, sorot matanya tajam dan berkilau-kilau. Pada dirinya terlihat secercah cahaya ke-Nabi-an, gerak air mukanya menandakan seorang yang bertaqwa dan penyantun . Ia berbalut sehelai kain dari ujung kakinya sampai puncak kepalanya. Musa memberi salam kepada orang tersebut dan membuka tutup kepalanya agar terlihat. Orang tua itu bertanya: “aman sajalah engkau dinegeriku, dan siapakah engkau gerangan?”. Nabi Musa menjawab: “Saya adalah Musa”.”Kalau begitu engkau Nabi Bani Israel ?. “Ya” jawab Musa. “siapakah yang menunjukkan engkau ke sini?”. Lalu Nabi Musa menceritakan asal mula keberangkatannya. Selanjutnya Nabi Musa bertanya kepada orang tua itu “Bolehkan aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” (al-Kahfi:66). Saya hendak meminta petunjuk dari engkau. Begitu besar hasratku untuk mengiring dan mengikutimu dari belakang, kemanapun engkau akan pergi. Saya ingin bernaung dibawah naunganmu wahai Nabi Khidir, agar aku dapat mengerjakan segala perintahmu dan menghentikan segala laranganmu .Kemudian Nabi Khidir menjawab: “ sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersamaku”. (Al-Kahfi: 67). sebab bila engkau menyertaiku, engkau akan menemukan hal-hal yang ajaib dan ganjil. Nanti engkau akan menemukan hal yang tampak mungkar, padahal isi yang sebenarnya adalah hak. Apalagi engkau sering mendengar urusan ini dan itu dari orang lain, bahkan kerapkali saling mendiskusi dengan mereka, tentu kebiasaan itu akan terjadi juga denganku, maka bagaimana kamu akan bersabar terhadap hal-hal yang berbeda dengan kebiasaanmu dan belum sampai pengetahuan serta pengalamanmu kesana. Kemudian Musa berkata “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam suatu urusanpun”. Akhirnya Nabi Khidir mengajukan persyaratan. Dia berkata ” jika kamu mengikutiku, maka kamu jangan menanyakan kepadaku tentang suatu apapun, sampai aku menerangkannya kepadamu”, (al-Kahfi: 69-70).Persyaratan itupun diterima oleh Nabi Musa, lalu keduanya berangkat menelusuri tepi pantai. Tiba-tiba mereka melihat sebuah perahu lewat di hadapannya. Nabi Musa dan Khidir menumpang perahu tersebut.Tatkala keduanya berlayar diatas lautan, dan orang yang mempunyai perahu itu lengah, maka kedua helai papan dari dinding perahu tersebut di pecahkan oleh Nabi Khidir, sehingga perahu yang awalnya terlihat bagus sekarang terlihat buruk. Melihat kejadian itu Musa berkata dengan suara keras kepada Nabi Khidir . Musa berkata “Mengapa engkau melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?. Sesungguhnya kamu telah berbuat suatu kesalahan besar”. Mendengar ucapan Musa yang demikian, Nabi Khidir menoleh kepadanya sambil mengingatkan akan syarat dan janjinya pada waktu sebelum mengadakan perjalanan. Dia berkata “Bukankan aku telah berkata, sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”.Mendengar ucapan Nabi Khidir yang demikian, Musa menyadari akan kesalahannya sendiri, lalu meminta maaf dan memohon ampun kepada Allah, sebagaimana terekam dalam surat al-Kahfi ayat 73. “Musa memelas: Janganlah engkau cepat-cepat menghukumku karena aku lupa, dan dalam mengikutimu ini janganlah kamu terlalu mempersulit keadaanku”.Nabi Khidir pun memaafkan Nabi Musa dan mereka tetap berteman dan bersama-sama melanjutkan perjalanan sampai di suatu pulau, mereka turun dari kapal tersebut. Setelah turun dari perahu, keduanya berjalan terus, sampai keduanya menemukan seorang anak, dan anak itu langsung di bunuh oleh Khidir (al-Kahfi:74).Melihat perbuatan Nabi Khidir yang terlihat melanggar syari’at, yakni melakukan pembunuhan terhadap seorang manusia, lebih-lebih terhadap anak kecil yang tiada bersalah, siapa tahu anak tersebut adalah satu-satunya kepunyaan orang tuanya, anak yang paling baik dan dicintai orang tuanya . Sehingga Nabi Musa lupa akan janjinya, kemudian ia bertanya lagi. Musa berkata: “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang ? sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang munkar”. Dengan tenang Nabi Khidir mengingatkan akan janjinya yang sudah di tetapkan sebelumnya, Khidir berkata “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat bersabar bersamaku. Setelah Nabi Musa mendengar itu, alangkah malunya ia, mukanya merah padam, karena sudah dua kali ia melanggar janjinya. Terasalah kini oleh Musa, bahwa karena telah sekian kali melanggar janji, mungkin orang tua itu merasa keberatan untuk disertainya lagi. Berat lisan Musa untuk berkata dan memohon ma’af lagi, takut kalau-kalu orang tua itu merasa jemu mendengar kata-katanya.Akan tetapi hatinya keras untuk tidak berpisah dengan Nabi Khidir agar tetap menyelami lautan pengetahuan yang ada dalam dirinya. Kembali Musa menekankan ke dalam dirinya sendiri, bahwa ia tidak akan terburu-buru bertanya atau membantahnya lagi, apapun yang akan terjadi dan dilihatnya dari perbuatan Nabi Khidir.Dengan penuh rasa hormat dan khidmat, dia memohon ma’af lagi dan berjanji pada Nabi Khidir. Nabi Musa berkata “Jika aku bertanya kepadamu tentang suatau hal sesudah kali ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah memberikan udzur padaku”.Sesudah kali yang kedua, Khidir dan Musa berangkat sehingga sudah sangat jauh perjalanan keduanya, dan merasa lelah dan lapar. Kemudian mereka berhenti pada suatu kampung dan bermaksud minta pertolongan pada penduduknya. Namun sayang, mereka menolak kedatangan mereka dengan cara kasar. Akhirnya terpaksa keduanya, meninggalkan kampung tersebut dengan tangan hampa dan perut kosong Sebelum bertolak meninggalkan kampung tersebut, keduanya menemukan dindiding yang miring dan hampir roboh. Lalu Khidir mengusapnya dengan tangannya, sehingga dinding itu kembali tegak lurus.Nabi Musa merasa heran dan kagum melihat perbuatan Nabi Khidir, tersebut maka ia berkata “Jika kamu mau, niscaya kamu mengambil apah untuk itu” sebagaimana terekam dalam surat al-Kahfi ayat 77. Musa berkata seperti itu untuk memberikan dorongan kepada Khidir agar mengambil upah dari perbuatannya itu, untuk dinafkahkan dalam membeli makanan dan minuman, tetapi Khidir menolaknya dan menganggap perbuatan Musa ini melanggar janjinya sendiri. Maka Khidir menjatuhkan hukuman baginya.Kemudian Nabi Khidir berkata, sebagaimana tersebut dalam surat al-Kahfi ayat 78 “Inilah perpisahan antara aku dan kamu, aku akan memberitahukan kepadamu akibat dari perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”.Sebelum perpisahan itu terjadi, Nabi Khidir menepati janjinya untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi satu persatu, sebagaimana terrkam pada surat al-Kahfi ayat 79-82.Pertama, tentang dirusaknya perahu. Khidir berkata “Adapun perahu (bahtera) itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusak bahtera itu, karena bahtera itu ada dihadapan mereka seorang raja yang suka merampas tiap-tiap bahtera yang lewat.Kedua, di bunuhnya anak laki-laki, Khidir berkata: Adapun anak muda itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa ia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka anak yang lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kASih sayangnya (kepada bapak ibunya)Ketiga, perbaikan dinding rumah. Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yang yatim di kota itu, dan dibawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaan dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat Tuhanmu; dan bukan aku melakukannya itu menurut kemauianku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.Dengan demikian jelas bahwa suatu kisah dapat dikatakan berkaitan dengan pendidikan, apabila dalam proses interaksi yang ada pada kisah tersebut terdapat; tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, metode, situasi pendidikan, materi atau bahan yang diberikan dalam proses pendidikan, dan alat pendidikan. Unsur-unsur pendidikan inilah yang penulis C. Pembahasan.Nabi Musa AS bertemu dengan Khidhr a.s .dan menjadi muridnya sebagai berikut :60. dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".61. Maka tatkala mereka sampai ke Pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu.62.Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kemari makanan kita; Sesungguhnya kita telah merasa letih karena 63.Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".65. lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.66. Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?"67. Dia menjawab: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku.Interaksi dapat dikatakan edukatif apabila memenuhi beberapa unsur; yaitu : materi, tujuan, pelajar, pendidik, metode, interkasi yang terikat dalam situasi pendidikan dan alat pendidikan. Interkasi yang dilakukan oleh Nabi Musa dan Khidir Semua ilmu boleh diajarkan kepada murid. tidak terbatas pada masalah duniawi atau ukhrowi saja, dalam kisah diatas ada tiga materi penting yang diberikan oleh Khidir terhadap Musa, (membocorkan perahu, membunuh anak, dan memperbaiki tembok rumah). Materi tersebut hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan, sedangkan inti materi pelajaran tersebut adalah; pelajaran pertama, mengambil tindakan yang bahayanya lebih kecil, untuk menghilangkan atau menolak bahaya yang lebih besar; pelajaran kedua, membunuh anak kecil. Ditinjau dari pandangan lahir, perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela dan dosa besar. Padahal kalau anak itu tetap hidup niscaya ia akan menyesatkan kedua orang tuanya. pelajaran ketiga, memperbaiki tembok rumah, dibawah rumah tersebut terdapat harta peninggalan orang tua kedua anak yatim. Allah menghendaki agar harta tersebut dimiliki keduanya setelah dewasa sebab Allah akan memelihara orang yang shaleh beserta keturunannya. walaupun generasi keluarga tersebut sebelumnya sudah meninggal dunia.Pendidikan berjalan dengan baik apabila kesediaan dan kesetiaan antara murid dan guru sudah terjalin, agar murid dapat memiliki ilmu, ia dituntut untuk memiliki sifat-sifat tertentu.Perjalanan jauh menuju pertemuan dua lautan dan dilanjutkan dengan perlawatan bersama gurunya yang ditempuh dengan melampui daratan dan lautan, Sopan santun terhadap guru dan berendah diri kepadanya tercermin dari permohonan Musa kepada Nabi Khidir, “ bolehkah aku mengikutimu agar kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” )Pendidik adalah salah satu komponen pendidikan yang memegang peranan penting dalam membantu dan mengarahkan anak didik. Sebagai seorang guru yang digugu dan ditiru, maka ia di tuntut memiliki karakteristik yang baik untuk mempengaruhi anak didiknya. Dalam ekspedisinya dengan Nabi Musa, Musa berkali-kali bertanya kepadanya tentang pelajaran yang belum berhak dipelajarinya secara tergesa-gesa. Namun Nabi Khidir menegurnya dengan tenang bahwa muridnya ini tidak akan bersabar. Dari peristiwa tersebut terlihat bahwa metode yang digunakan oleh Nabi Khidir adalah pembiasaan diri agar tidak tergesa-gesa dalam menghukumi sesuatu. Disamping itu terlihat juga Nabi Khidir menegakkan disiplin dengan berusaha untuk menerangkan apa yang disepakatinya sebelum pemberangkatan. Nabi Khidir menggunakan metode uswah hasanah atau memberi suri tauladan yang baik, yaitu selalu berdisiplin, menepati janji, dan sadar akan tujuan. Alat pendidikan. Alat pendidikan merupakan suatu tindakan atau situasi yang sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan pendidikan tertentu. Jenis alat pendidikan dapat diklasifikasikan baik ditinjau pendidik, anak didik atau situasi pendidikan itu sendiri.Unsur-unsur pendidikan yang meliputi materi, tujuan, peserta didik, pendidik, metode, alat dan situasi pendidikan yang diharapkan, semua itu terkandung dalam kisah Nabi Musa dan Khidir. Maka kisah ini dapat dikatakan sebagai kisah pendidikan lengkap. Dan interaksi antara Nabi Musa dan Khidir adalah interaksi edukatif yang memenuhi unsur-unsur pendidikan yang ada.Terdapat pula nilai-nilai pendidikan akhlak yang dipraktekkan oleh keduanya, seperti kedisiplinan, kasih sayang, tanggungjawab, tidak boleh takabbur, rendah diri dan lain-lainnya. Oleh karena itu kisah ini layak untuk di jadikan amtsilah bagi kaum muslimin
DAFTAR PUSTAKA.Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Beirut,Dar-el-Fikr, tt.
Bey Arifin, Rangkaian Cerita Dalam Al-Qur’an, Bandung, Al-Ma’arif, 1987.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, CV. Toha Putra Semarang, 1987
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung, PT. Al-Ma’arif, 1980.
Moh. Norsam dkk, Dasar-dasar Kependidikan, Surabaya, Usaha Nasional, 1981
M. Ja’far. Penganatar Dasar-dasar Kependidikan, Surabaya, Usaha Nasional 1982. Raihan Achwan, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam Versi Mursi, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam , Volume I, tahun 1991
Winarno Surakhmad, Metodologi Pengajaran Nasional, Bandung. Tarsito, 1986.
Ahmad Mustofa Al- Maraghi :
Terjemah Tafsir Al-Maraghi Jilid 15, (Semarang: CV. Toha Putra. Cet pertama thn. 1988) hal 335

Tidak ada komentar:

Posting Komentar